Sabtu, 19 Maret 2011

Pemerolehan Bahasa Anak Usia Tiga Tahun

ABSTRAK
Penelitian ini berangkat dari rumusan masalah sebagai berikut (1) bagaimana panjang kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur? (2) bagaimana struktur kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur? (3) bagaimana ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur?
Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan panjang kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur, (2) mendeskripsikan penguasan kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur, dan (3) mendeskripsikan ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengolahan data terhadap transkripsi data hasil rekaman, mengidentifikasi data, menganalisis data serta menyimpulkan data. Pengidentifikasian dilakukan dengan menggunakan analisis fonologi pada anak usia tiga tahun .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis tindak tutur anak yang berusia tiga tahun  berdasarkan panjang kalimat anak usia tiga tahun dalam bertutur pada umumnya mengucapkan kata-kata secara terpenggal serta penguasaan bahasa yang dikuasai anak diperoleh melalui tahapan-tahapan tertentu. Anak umur tiga tahun sudah mampu menyusun kalimat dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas. Berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur dibuktikan anak tiga tahun dalam bertutur hanya menjawab pertanyaan dari lawan tutur.


KATA KUNCI
 Pemerolehan bahasa, fonologi

PENDAHULUAN
Proses pemerolehan dan penguasaan bahasa anak-anak merupakan satu perkara yang cukup menakjubkan. Bagaimana manusia memperoleh bahasa merupakan satu isu yang amat mengagumkan dan sukar dibuktikan. Berbagai teori dari bidang disiplin yang berbeda telah dikemukakan oleh para pengkaji untuk menerangkan bagaimana proses ini berlaku dalam kalangan anak-anak. Memang diakui bahwa disadari ataupun tidak, sistem-sistem linguistik dikuasai dengan pantas oleh individu anak-anak walaupun umumnya tidak ada pengajaran formal.
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah, kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. Usia 3 minggu bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara dan gelitikan ini disebut senyum sosial.
Usia 12 minggu mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya memberi tanggapan. Usia 2 bulan bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan bayi mulai meniru gerak-gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehingga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi dan benda-benda. Usia 7-12 bulan anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten.
Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Usia 2 tahun anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu  merangkai kalimat 2 kata,  bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Usia 3 tahun anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka penulis melakukan penelitian mengenai pemerolehan bahasa pada anak usia tiga tahun, karena menurut Lundsteen pada usia tersebut anak sudah memasuki tahap linguistik. 
Penelitian ini pun memiliki tujuan yang ingin dicapai penulis yakni :
1.      mendeskripsikan panjang kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur,
2.      mendeskripsikan penguasan kalimat yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur, dan
3.      mendeskripsikan ujaran setiap giliran tutur yang digunakan anak usia tiga tahun dalam bertutur.
KAJIAN PUSTAKA
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama anak terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak-anak dapat dikatakan mempunyai ciri kesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan, yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Penelitian mengenai bahasa manusia telah menunjukkan banyak hal mengenai pemerolehan bahasa, mengenai apa yang dilakukan atau tidak dilakukan seorang anak ketika belajar atau memperoleh bahasa (Fromkin dan Rodman, 1998 : 318) :
1.      anak tidak belajar bahasa dengan cara menyimpan semua kata dan kalimat dalam
sebuah kamus mental raksasa. Daftar kata-kata itu terbatas, tetapi tidak ada kamus
yang bisa mencakup semua kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
2.      anak-anak dapat belajar menyusun kalimat, kebanyakan berupa kalimat yang belum
pernah mereka hasilkan sebelumnya.
3.      anak-anak belajar memahami kalimat yang belum pernah mereka dengar
sebelumnya. Mereka tidak dapat melakukannya dengan menyesuaikan tuturan yang
didengar dengan beberapa kalimat yang ada dalam pikiran mereka.
Anak-anak selanjutnya harus menyusun “aturan” yang membuat mereka dapat menggunakan bahasa secara kreatif. Aturan-aturan ini termasuk mengucapkan salam, kata-kata tabu, bentuk panggilan yang sopan, dan berbagai ragam yang sesuai untuk situasi yang berbeda.
Perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu (a) perkembangan prasekolah (b) perkembangan ujaran kombinatori, dan (c) perkembangan masa sekolah. Perkembangan pemerolehan bahasa pertama anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, tahap satu kata dan ujaran kombinasi permulaan.
Perkembangan pralinguistik ditandai oleh adanya pertukaran giliran antara orang tua khususnya ibu dengan anak. Kata-kata yang pertama diperoleh pada tahap ini lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, kata sosialisasi, kata yang menyatakan tempat, dan kata yang menyatakan pemerian. Perkembangan bahasa pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang ucapannya. Panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya.
Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian yaitu perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan interogratif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Ada tiga tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan persyaratan, yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak, pertanyaan yang menuntut informasi, dan pertanyaan yang menuntut jawaban salah satu dari yang berlawanan (polar). Penggabungan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak.

HASIL PENELITIAN
A.    Analisis Berdasarkan Panjang Kalimat
Pada hakikatnya, proses pemerolehan bahasa  pada setiap anak sama, yaitu melalui pembentukan dan pengujian hipotesis tentang kaidah bahasa. Pembentukan kaidah itu dimungkinkan oleh adanya kemampuan bawaan atau struktur bawaan yang secara mental dimiliki oleh setiap anak. Inilah yang disebut dengan alat pemerolehan bahasa (LAD). Dengan ini setiap anak dapat memperoleh bahasa apa saja serta ditentukan oleh faktor lain yang turut mempengaruhinya. Data kebahasaan yang harus diproses lebih lanjut  oleh anak merupakan hal yang penting.
Dalam analisis khususnya panjang kalimat anak usia tiga tahun tidak terlepas dari penguasaan dan pemerolehan bahasa. Pemerolehan ini yang terjadi secara alamiah. Adapun beberapa cuplikan dialog antara lain :
Mama              : cup...cup...  diam, jangan nangis. Tos ageng nangis wae.. gugah...
Andika                        : mamah.... (sambil nangis)
Mama              : ya bentar  mama kaluar heula sakedap. Entar kesini yah...
Andika                        : ngak... mah.... (masih nangis)
Mama              : ieu hoyong kue teu. Mama punya kue...
Andika                        : ngak mah.... (mama datang)
Mama              : di tinggal bentar nangis wae....
Andika                        : emmmm,,, gendong mah... (masih nangis)
Dalam wacana di atas, jelas bahwa Andika mengucapkan kata-kata yang terpenggal. Jadi, dapat disimpulkan anak usia tiga tahun sebenarnya sudah dapat berkomunikasi, meskispun secara terbatas. Komunikasi secara terbatas dalam tutur ini karena keadaan situasi yang sedang dialami Andika. Dalam keadaan menangis Andika secara tidak langsung akan memanggil yang namanya Mama, karena hanya mama, orang yang terdekat (yang merawat) dia.

B.     Analisis Berdasarkan Struktur Kalimat
Pemerolehan bahasa pertama, anak juga sudah mampu menyusun kalimat meskipun masih sangat sedarhana. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dipandang dari sudut logika, kalimat didefinisikan sebagai ujaran yang didefinisikan pikiran lengkap yang tersusun dari subjek dan predikat. Pengertian bahwa subjek adalah tentang apa sesuatu dikatakan dan predikat adalah apa yang dikatakan tentang subjek, yang perlu diperhatikan ialah bahwa istilah subjek dan predikat itu mengacu kepada fungsi, tidak kepada jenis kata. Adapun  beberapa cuplikan dialog antara lain:
Andika                        : mah... lapar...
Mama              : iya,, mama goreng telor dulu yah
Andika                        : emmm.... mam cepat..
Mama              : iya, bentar, makannya di kasih kecap oge nya...
Andika                        ; asik.. mah mam na diluar
Mama              : iya sok....                   
Cuplikan dalam tuturan ini  dapat sebagai bukti bahwa anak umur tiga tahun, sudah bisa menggunakan kalimat. Kalimat-kalimat yang diucapkan biasanya masih sangat sederhana tetapi sudah dapat berdiri sebagai kalimat. Misalnya mah lapar, penggalan tuturan itu sudah dapat berdiri sendiri sebagai kalimat karena secara fungsi kalimat tersusun atas Subjek (S) dan Predikat (P). Mah berkedudukan sebagai S dan lapar berkedudukan sebagai (P). Sama halnya dengan Mah mam na di luar. Mah berkedudukan sebagai S, mam na (yang dalam bahasa Indonesia makannya) berkedudukan sebagai P dan di luar ya  berkedudukan sebagai keterangan.
C.    Analisis Berdasarkan Jumlah Ujaran Setiap Giliran Tutur
Pengambil giliran (turn taking) merupakan satu strategi yang penting dalam suatu komunikasi khususnya dalam komunikasi dua hal. Dengan adanya strategi ini, suatu tuturan dapat berjalan dengan lancar dan teratur menurut prinsip-prinsip komunikasi. Dalam kajian ini, didapat bahwa ujaran setiap giliran untuk subjek kajian, Andika dengan orang dewasa, yaitu Mama adalah hampir sekata. Hal ini mungkin disebabkan observasi yang dilakukan itu lebih merupakan tuturan yang berupa soal jawab antara Andika dengan Mama. Oleh karena itu, dalam percakapan tersebut, Andika hanya berperan untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan oleh  orang dewasa tadi. Adapun beberapa cuplikan tuturan di bawah ini:
Mama              : Dika bapa kemana?
Andika                        : Kerja
Mama              : Kerjanya dimana?
Andika                        : Sekolah
Mama              : Ayo sapa nama bapak?
Andika                        : Bapa Ajat
Cuplikan wacana di atas membuktikan bahwa Andika dalam bertutur hanya menjawab pertanyan dari lawan tutur. Jumlah ujaran-ujaran yang diucapkan relatif pendek dan sederhana. Hal ini sejalan dengan tingkat penguasaan bahasa oleh anak usia tiga tahun. Hal ini disebabkan karena bahasa pertama yang anak kuasai adalah bahasa yang sesuai dengan lingkungan pembelajar.

PEMBAHASAN
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar pembinaan morfologi anak akan bergantung pada kemampuannya menerima dan mengeluarkan unit fonologi. Selama usia pra sekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam menggumam, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.
Selain penjelasan di atas pada dasarnya pemerolahan bahasa anak-anak itu melalui beberapa tahap. Anak tidak secara langsung bisa mengucapkan semua fonem dalam tataran bunyi. Misalnya Mama, karena fonem /m/ merupakan bunyi bilabial (konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas) yang pertama kali dikuasai anak.
Perkembangan bahasa anak menurut Piaget dan Vygotsy (dalam Tarigan, 1988), tahap perkembangan bahasa anak usia tiga tahun termasuk dalam tahap linguistik III. Pada tahap ini perkembangan anak makin luar biasa. Marat (1983) menyebutkan perkembangan ini dengan kalimat lebih dari dua kata dan periode diferensiasi. Tahap ini pada umumnya dialami oleh anak berusia sekitar 2,5-5 tahun. Anak mulai sudah dapat bercakap-cakap dengan teman sebaya dan mulai aktif memulai percakapan. Fase sebelumnya sampai tahap perkembangan 2 kata anak lebih banyak bergaul dengan orang tuanya. Sedangkan pada tahap ini pergaulan anak makin luas yang berarti menambah pengetahuan dan menambah perbendaharaan kata.
Menurut Marat (1983) ada beberapa keterampilan mencolok yang dikuasai anak pada tahap ini. Pada akhir periode ini secara garis besar anak telah menguasai bahasa ibunya, artinya kaidah-kaidah tata bahasa yang utama dari orang dewasa telah dikuasai. Perbendaharaan kata berkembang, beberapa pengertian abstrak seperti: pengertian waktu, ruang, dan jumlah yang diinginkan mulai muncul. Mereka mulai dapat membedakan kata kerja (contoh: makan, minum, pergi, masak, mandi), kata ganti (aku, saya) dan kata kerja bantu (tidak, bukan, mau, sudah, dsb).
Fungsi bahasa untuk berkomunikasi betul-betul mulai berfungsi, anak sudah dapat mengadakan konversasi (percakapan) dengan cara yang dapat dimengerti oleh orang dewasa. Persepsi anak dan pengalamannya tentang dunia luar mulai ingin dibaginya dengan orang lain, dengan cara memberikan kritik, bertanya, menyuruh, memberi tahu, dan lain-lain. Tumbuhnya kreativitas anak dalam pembentukan kata-kata baru. Gejala ini merupakan cara anak untuk mempelajari perkataan baru dengan cara bermain-main. Hal ini terjadi karena memang daya fantasi anak pada tahap ini sedang berkembang pesat.
Secara lisan kata-kata yang diucapkan Andika sudah dapat dikatakan sebagai kalimat. Meskipun hanya satu kata cepat secara lisan juga sudah dikatakan kalimat. Cepat dalam konteks ini diucapkan dengan titi nada tinggi atau dalam fonologi dikenal dengan fonem suprasegmental yaitu suatu runtutan bunyi yang sambung bersambung terus menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya sehingga secara lisan sudah dapat dikatakan sebagai kalimat.
Implikasi pemerolehan bahasa anak usia tuga tahun bagi orang tua adalah pada masa pertumbuhan dan perkembangan, anak harus selalu diperhatikan. Dalam hal ini orang tua diharapkan dapat menjadi guru untuk anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan. Orang tua pun dituntut untuk menjaga ucapan di depan anak, agar anak hanya dapat meniru yang pantas saja.

SIMPULAN
Sejalan dengan rumusan masalah dan  tujuan penulisan yang disampaikan pada bagian pendahuluan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      berdasarkan panjang kalimat anak usia tiga tahun dalam bertutur pada umumnya mengucapkan kata-kata secara terpenggal. Serta penguasaan bahasa yang dikuasai anak diperoleh melalui tahapan-tahapan tertentu.
2.      anak umur tiga tahun sudah mampu menyusun kalimat dalam bertutur meskipun masih sangat sederhana dan terbatas.
3.      berdasarkan jumlah ujaran setiap giliran tutur dibuktikan anak tiga tahun dalam bertutur hanya menjawab pertanyaan dari lawan tutur.


SARAN
Penelitian ini bukan merupakan hasil yang sempurna, hal ini disebabkan keterbatasan dan wawasan peneliti dalam mendeskripsikan dan membahas permasalahan dalam penelitian. Sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun, sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih sempurna.
Demikian simpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan, semoga menjadi manfaat dan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerolehan bahasa anak usia tiga tahun khususnya dan perkembangan dunia pendidikan umumnya.

PUSTAKA RUJUKAN
Chaer, abdul. (2003). Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka cipta.
Djarwowidjojo, Soejono. (2005). Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Halijah, Abd dan Hamid. (1996). Bagaimana Manusia Memperoleh Bahasa?. Jakarta: Pelita Bahasa (Jurnal penyelidikan IPBL, jilid 7, 2006).
Mulyono, Iyo. (2004). Dasar-Dasar Belajar Bahasa. Bandung: Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar